Senin, 30 November 2009

Kisah Busway di Surabaya

Menurut prakiraan melalui penilaian Bank Dunia tahun 1998, Kota Surabaya harus melakukan terobosan kebijakan transportasi. Apabila tidak, maka lalu lintas kota ini akan berjalan tersendat-sendat. Diprediksi, 2010 mendatang, jumlah kendaraan yang hilir mudik antar-kedua kota itu meningkat menjadi 535 unit kendaraan per hari.

Data Enciety Business Consult menunjukkan, pada dasarnya angkutan pribadi begitu menonjol dalam lima tahun terakhir. Di Jawa Timur, pertumbuhan angka kendaraan pribadi selalu di atas 10 persen. Pertumbuhan sepeda motor se-Jawa Timur sekitar 12-15 persen setahun dan mobil penumpang sekitar 8-10 persen setahun. Kalau melihat kendaraan umum secara keseluruhan, pertumbuhannya justru merosot. Artinya bukan waktunya lagi angkutan massal membiarkan kendaraan pribadi bertambah terlalu cepat dibandingkan kemampuan daya dukung dan daya tampung jalan yang ada.

Di balik itu, 47 persen energi dipakai untuk transportasi. Tentu situasi ini menjadikan beban yang paling besar untuk menyubsidi BBM. Dan untuk jangka panjang polusi yang ditimbulkan menjadi sangat tidak terkendali.

Namun kebijakan meminimalkan kendaraan pribadi tanpa perbaikan secara konsisten, komprehensif, dan total pada moda angkutan massal, tentu bukan kebijakan yang bijaksana. Seperti diberitakan www.jatim.go.id (12/2), Dishub meminta kepada Pemkot Surabaya untuk membuat aturan parkir yang bertujuan meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi. Sudah saatnya, penggunaan mobil penumpang umum (MPU) di Surabaya ditingkatkan dengan penyediaan fasilitas yang mendukung. Pasalnya, masyarakat Surabaya dianggap masih sangat rendah dalam penggunaan angkutan umum.

Dalam Surabaya Urban Development Policy (SUDP) 2018, terdapat empat rencana besar Provinsi Jawa Timur yang disetujui Departemen Dalam Negeri. Proyek di bidang transportasi itu dibuat dalam upaya peningkatan perekonomian daerah.

Program pertama, pembangunan jalan tol dalam wilayah Surabaya (53 km) dan jalan tol yang menghubungkan Mojokerto (32 km). Total biaya investasi sebesar 367 juta dolar AS atau lebih dari Rp 3 triliun. Proyek kedua, pembangunan dan perbaikan jalan arteri dengan biaya 380 juta dolar AS, sekitar Rp 3,4 triliun. Program ini meliputi peningkatan jalan kota, jembatan, dan pelebaran jalan Gresik-Surabaya. Selain itu, perluasan pelabuhan Surabaya dan Gresik yang mencakup 900 hektare fasilitas pelabuhan, dengan biaya 675 juta dolar AS atau lebih dari Rp 6 triliun. Terakhir, bandara Juanda baru yang mengalami perluasan sekitar 100 hektare untuk landasan pacu dan fasilitas kargo.

Membuka Jalur Busway
Iskandar Abubakar, Dirjen Perhubungan Darat, menilai ada dua opsi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Surabaya. Kedua opsi itu adalah membangun jalan layang dan menggunakan bus rapid transit dengan busway. Solusi kedua lebih murah. Biayanya kurang lebih Rp 200 miliar. Pemerintah berusaha menggandeng pihak swasta untuk membiayai setengahnya. Diharapkan, pada akhir tahun 2008, Surabaya sudah memiliki busway.

Untuk tahap pertama (periode 2006-2009), koridor busway yang dibangun akan berujung di Bundaran Waru dan Jembatan Merah Plaza. Diperkirakan untuk koridor sepanjang 18 kilometer terdapat 27 halte dengan jarak antarhalte 1.100 meter - 1.600 meter. Sekitar 90 bus akan beroperasi pada pukul 05.00-22.00 WIB dengan harga tiket Rp 2.000- Rp2.500.

Pengadaan busway untuk mengatasi kepadatan lalu lintas Surabaya harus disertai tiga aspek, yaitu pelayanan angkutan menuju simpul busway yang baik, fasilitas parkir untuk pengguna kendaraan pribadi yang akan melanjutkan perjalanan dengan bus, dan demand management. Hal terakhir, yaitu demand management atau pengelolaan untuk mengurangi kendaraan pribadi, perlu dilakukan. Iskandar mencontohkan, di Jakarta demand management dilakukan dengan sistem 3 in 1 (minimal tiga penumpang dalam satu mobil) pada pagi dan sore hari.

Ujung-ujungnya, yang diharapkan pemerintah adalah keberpihakan masyarakat terhadap angkutan kendaraan umum akan meningkat. Tetapi kapan cita-cita itu tercapai? Jawabnya bergantung dari dua hal. Pertama, peningkatan performa secara terus-menerus pada angkutan umum kita baik dari segi fisik maupun nonfisik (keamanan, kenyamanan, dan ketepatan waktu).

Kedua, peningkatan secara terus-menerus atensi dan apresiasi masyarakat selaku konsumen angkutan massal. Peluncuran 20 bus DAMRI baru ber-AC dan bebas copet yang merupakan bentuk peremajaan dari total 70 bus DAMRI, perlu diintensifkan pada setiap lini dan moda angkutan publik kita.
Justru di sinilah gagasan busway yang berharga mahal itu menemui masalah. Seberapa jauh investasi dana dan pengembangan infrastruktur berjalan beriringan dengan investasi dan pengembangan faktor fisik dan nonfisik pada angkutan massal kita? Di satu sisi dana untuk investasi busway sangat besar. Di sisi lain, peremajaan armada bus, bemo, taksi sangat dibutuhkan setiap saat dan mendesak. Belum lagi jika kita memikirkan faktor nonfisik seperti keamanan dan kenyamanan.

Kesadaran Masyarakat
Meskipun kita melihat ada beberapa kendala yang belum terselesaikan, dan itu tidak semata-mata kendala soal dana tetapi juga perilaku masyarakat, maka patutlah kita menyambut rencana busway di Surabaya ini dengan pola kesadaran dan perilaku baru. Perilaku etika berlalu lintas semakin relevan untuk diterapkan. Kebut-kebutan, tidak mau mengalah, emosional, semakin penting untuk ditanggalkan dan digantikan oleh pengendalian diri.

Penerapan safety riding (penggunaan lampu di siang hari) ternyata mampu membantu menurunkan angka kecelakaan lalu-lintas di Jatim. Kecelakaan secara umum dalam data PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Jawa Timur menyebutkan, tahun 2006 angka meninggal akibat kecelakaan lalu lintas darat, laut, dan udara sebanyak 4,544 orang dengan total dana yang dikeluarkan 51,944,250.000. Jumlah ini menurun dibandingkan pada 2005 mencapai 5,265 orang meninggal, dengan total dana santunan yang dikeluarkan Rp 54, 878, 019,000.

Mentalitas busway yaitu cepat-lancar-aman, sebenarnya dapat diterapkan dalam moda berlalu lintas yang ada selama ini. Kegagalan penciptaan mentalitas busway dalam kondisi yang ada selama ini, dan akibatnya membutuhkan dana yang besar untuk membuat busway, merupakan tanda kegagalan kita mengendalikan diri ketika berada di jalan.

Kegagalan tersebut tampak dari berbagai segi, di antaranya, kegagalan mengelola angkutan umum yang murah, aman, dan nyaman, kegagalan mengendalikan diri untuk mengelola laju bisnis sektor otomotif, serta kegagalan kita menghargai sesama pengguna jalan. Alhasil, dana yang besar untuk investasi busway jugatidak dapat dipastikan akan mampu mengurai kemacetan di Surabaya.

Sumber :
Dewa Gde Satrya
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Widya Kartika Surabaya
http://www1.surya.co.id/v2/?p=8340
3 Mei 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar